Minggu, 11 Mei 2008

Sutra bhakti seorang Anak


Sang Buddha berbicara tentang sutra kasih yang mendalam dari orang tua dan kesulitan untuk membalasnya.

Ayah Dan Ibu adalah dua Buddha yang hidup dalam keluarga. Sutra ini adalah sutra tentang kebaikan hati orang tua dan bagaimana sulitnya untuk membalas budi baik mereka.


Demikianlah yang kudengar, suatu ketika Sang Buddha berdiam di Shravasti, di Hutan Jeta, di Taman Pelindung Anak-Anak Yatim Piatu dan Para Pertapa, bersama-sama dengan sekumpulan mahabhikshu, yang seluruhnya berjumlah 1250, beserta para bodhisattva, jumlah 38.000 semuanya.

Pada waktu itu, Sang Bhagava memimpin kumpulan besar itu dalam perjalanan menuju selatan. Tiba-tiba mereka menjumpai seonggok tulang manusia di samping jalan. Sang Bhagava berpaling menghampirinya, dan bersikap anjali dengan penuh hormat.


Ananda dengan bersikap anjali kemudian bertanya kepada Sang Bhagava, “Tathagata adalah guru agung dari triloka dan bapak yang terkasih dari makhluk-makhluk yang berasal dari empat jenis kelahiran. Beliau dihormati dan dicintai seluruh umat. Apakah sebabnya kini beliau menghormati seonggok tulang-tulang kering?” Sang Buddha berkata kepada Ananda, “Meskipun engkau adalah siswa-Ku yang utama dan telah cukup lama menjadi anggota Sangha, engkau masih belum mencapai pengertian yang jauh. Onggokan tulang itu mungkin adalah milik para leluhur pada kehidupan lampau. Mereka mungkin adalah orang tua-Ku dalam banyak kehidupan yang telah lalu. Itulah sebabnya sekarang Aku bersujud.” Sang Buddha melanjutkan pembicaran-Nya kepada Ananda, “Tulang-tulang yang kita lihat ini dapatlah dibagi menjadi dua kelompok. Yang satu adalah tulang-tulang lelaki, yang berat dan putih warnanya. Kelompok yang lain adalah tulang-tulang perempuan, yang ringan dan warnanya hitam.”


Ananda berkata kepada Sang Buddha, “Duhai Sang Bhagava, sewaktu para lelaki masih hidup di dunia mereka menghiasi badan dengan jubah, pengikat pinggang, sepatu, topi, dan pakaian-pakaian indah lainnya sehingga mereka jelas-jelas nampak perkasa. Ketika perempuan masih hidup, mereka mengenakan kosmetik, minyak wangi, bedak, dan wangi-wangian yang menarik untuk menghiasi tubuh mereka, sehingga dengan jelas menampakkan kewanitaannya. Namun tatkala para lelaki dan perempuan itu meninggal, semua yang tertinggal adalah tulang-tulang. Bagaimana seseorang dapat membedakannya? Ajarilah kami bagaimana membedakannya?”


Sang Buddha menjawab Ananda, “Ketika para lelaki ada di dunia, mereka memasuki rumah ibadah, mendengarkan penjelasan-penjelasan tentang Sutra-Sutra dan Vinaya, menghormati Sang Triratna dan menyebut nama-nama Buddha. Tatkala mereka meninggal tulang-tulangnya menjadi berat dan putih warnanya. Kebanyakan wanita dalam dunia mempunyai sedikit kebijaksanaan dan dipenuhi emosi. Mereka melahirkan dan membesarkan anak-anak, merasakannya sebagai kewajiban. Setiap anak bergantung pada air susu ibunya demi kehidupan dan makanan, dan susu adalah darah ibunya yang telah berubah. Setiap anak meminum 1200 galon susu ibunya. Oleh karena penghisapan dari badan ibu ini saat sang anak mengambil susu untuk makanannya, ibu menjadi letih dan menderita dan karenanya tulang-tulang mereka berubah menjadi hitam dan ringan.”


Ketika Ananda mendengar kata-kata ini, ia merasakan kepedihan dalam hatinya, karena seolah-olah telah tertusuk pedang dan karenanya ia diam-diam menangis. Ia mengatakan kepada Sang Bhagava, “Bagaimana caranya seseorang dapat membalas kasih dan kebaikan ibunya?”


Sang Buddha mengatakan kepada Ananda, “Dengarkanlah baik-baik, dan Aku akan jelaskan hal ini kepadamu dengan terperinci. Janin tumbuh dalam kandungan selama sepuluh bulan perhitungan Candra Sengkala. Alangkah menderitanya ibu selama janin berada di situ! Pada bulan pertama kehamilan, hidup janin tidaklah menentu seperti titik embun pada daun yang kemungkinan tidak akan bertahan dari pagi hingga sore, tetapi akan menguap pada tengah hari!”


“Pada bulan kedua, janin menjadi kental seperti susu kental. Pada bulan ketiga, ia seperti darah yang mengental. Pada bulan keempat, janin mulai terwujud sedikit seperti manusia. Selama bulan kelima dalam kandungan, kelima anggota badan anak (dua kaki, dua tangan, dan kepala) mulai terbentuk. Pada bulan keenam kehamilan, anak mulai mengembangkan inti keenam alat inderanya yaitu mata, telinga, hidung, lidah, badan, dan pikiran. Selama bulan ketujuh, ke-360 tulang-tulang dan persedian terbentuk, dan ke-84.000 pori-pori rambut juga telah sempurna. Dalam bulan kedelapan kehamilan, kecerdasan dan kesembilan lubang terbentuk. Pada bulan kesembilan, janin telah belajar menyerap berbagai zat makanan. Misalnya janin dapat menyerap sari buah-buahan, akar tanaman tertentu, dan kelima macam padi-padian.”
Bagian dalam tubuh ibu adalah organ yang padat, untuk fungsi menyimpan, dan ia tergantung ke arah bawah, sedangkan organ dalam yang hampa, berguna untuk mengolah, dan ia melingkar ke arah atas. Ini disamakan dengan ketiga gunung yang terbit dari permukaan bumi. Kita boleh menyebut gunung-gunung ini Puncak Sumeru, Gunung Karma, dan Gunung Darah.


Gunung-gunung analogi ini bersatu, dan membentuk satu gugusan dengan puncak-puncak ke sebelah atas dan lembah-lembah ke sebelah bawah. Begitu jugalah, pembekuan darah ibu dari organ-organ dalamnya membentuk zat tunggal yang menjadi makanan anak. Selama bulan kesepuluh kehamilan, badan janin disempurnakan dan siap untuk dilahirkan. Bila anak itu sangat berbakti, dia akan lahir dengan telapak tangannya disatukan sebagai tanda menghormat dan kelahiran itu akan aman dan baik. Ibunya tidak akan terluka oleh kelahiran itu dan tidak akan menderita kesakitan. Tetapi, bila anak itu sangat pemberontak sifatnya hingga melakukan kelima perbuatan jahat terberat, maka dia akan merusak kandungan ibunya, mengoyak jantung dan hati ibunya, dan akan tersangkut di tulang-tulang ibunya. Kelahiran itu akan seperti sayatan seribu pisau atau seperti seribu pedang tajam menikam jantungnya. Itulah kesakitan-kesakitan yang terjadi dalam kelahiran anak nakal dan yang pembangkang.


Untuk menjelaskan lebih lanjut, ada sepuluh jenis kebaikan yang diperbuat oleh seorang ibu kepada anaknya:


Pertama, kebaikan di dalam memberikan perlindungan dan penjagaan selama anak dalam kandungan.
Kedua, kebaikan dalam menanggung penderitaan selama kelahiran.
Ketiga, kebaikan untuk melupakan semua kesakitan begitu anak telah dilahirkan.
Keempat, kebaikan dari memakan bagian yang pahit bagi dirinya dan menyimpan bagian yang manis bagi anak.
Kelima, kebaikan untuk memindahkan anak ke tempat yang kering dan dirinya sendiri berbaring di tempat yang basah.
Keenam, kebaikan menyusukan anak pada payudaranya dan memberi makan dan membesarkan anak.
Ketujuh, kebaikan dalam membersihkan yang kotor.
Kedelapan, kebaikan dari selalu memikirkan anak bila dia berjalan jauh.
Kesembilan, kebaikan karena kasih sayang yang dalam dan pengabdian.
Kesepuluh, kebaikan karena rasa welas asih yang dalam dan simpati.

KEBAIKAN DI DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN PENJAGAAN SELAMA ANAK DI DALAM KANDUNGAN

Sebab-sebab dan kondisi-kondisi dari banyak kalpa yang terkumpul bertumbuh menjadi berat, sehingga dalam hidup ini anak berakhir dalam kandungan ibunya.Dengan berlalunya bulan, kelima organ penting berkembang;Dalam waktu tujuh minggu, keenam alat indera mulai tumbuh,Badan ibu menjadi seberat gunung;Diamnya dan gerakan-gerakan janin adalah laksana bencana angin kalpic.Baju-baju ibu yang cantik tidak dapat dipakai dengan baik lagi,Dan begitu juga cerminnya pun berdebu.


KEBAIKAN DALAM MENANGGUNG DERITA SELAMA KEHAMILAN

Kehamilan berlangsung selama sepuluh bulan penanggalan Candra Sengkala,Dan puncaknya ialah kesulitan dengan semakin dekatnya kelahiran,Sementara itu, setiap pagi ibu merasa sangat sakit,Dan sepanjang hari terasa mengantuk dan lamban,Ketakutannya dan kegelisahannya sukar dilukiskan,Kesedihan dan air mata memenuhi dadanya,Dia dengan khawatir mengatakan kepada keluarganya, bahwa ia hanya takut maut akan menimpa dirinya.


KEBAIKAN UNTUK MELUPAKAN SEMUA KESAKITAN BEGITU ANAK TELAH LAHIR

Pada saat ibu akan melahirkan anak,Kelima organ tubuh terbuka lebar,Menyebabkan dia sangat letih dalam badan dan pikiran,Darah mengalir laksana seekor domba yang disembelih;Tetapi, ketika mendengar anaknya terlahir sehat,Dia dipenuhi dengan kegembiraan yang melimpah,Tetapi sesudah kegembiraan, kesedihan datang kembali,Dan rasa sakit kembali mengaduk-aduk bagian dalam tubuhnya.


KEBAIKAN DARI MEMAKAN BAGIAN YANG PAHIT BAGI DIRINYA DAN MENYIMPAN BAGIAN YANG MANIS UNTUK ANAK

Kebaikan kedua orang tua sangat besar dan dalam,Penjagaan dan pengabdiannya tidak pernah berhenti.Tidak pernah beristirahat, ibu senantiasa menyimpan yang manis untuk anak,Dan tanpa mengeluh menelah yang pahit bagi dirinya.Cintanya amat besar dan emosinya sukar tertahankan,Kebaikannya adalah mendalam dan begitu juga kasihnya,Hanya menginginkan anak mendapat cukup makanan,Ibu yang kasih tidak membicarakan kelaparannya sendiri.


KEBAIKAN UNTUK MEMINDAHKAN ANAK KE TEMPAT YANG KERING DAN DIRINYA SENDIRI DI TEMPAT YANG BASAH

Ibu rela berada di tempat yang basah agar dengan demikian anak dapat berada di tempat yang kering.Dengan kedua payudaranya dia memuaskan rasa lapar dan haus sang anak;Menutupi dengan kainnya, dia melindungi anak dari angin dan dingin,Dalam kebaikannya, kepala ibu jarang lega di atas bantal,Dan bahkan ia melakukannya dengan gembira selama anak dapat merasa senang,Ibu yang baik tidak mencari penghiburan bagi dirinya sendiri.


KEBAIKAN MENYUSUI ANAK PADA PAYUDARANYA DAN MEMBERI MAKAN SERTA MEMELIHARA ANAK

Ibu yang baik adalah bagaikan bumi yang besar,Ayah yang tegar laksana langit yang mengasihi;Yang satu melindungi dari atas, yang lainnya menunjang dari bawah,Kebaikan orang tua adalah sedemikian rupa sehinggaMereka tidak membenci atau marah terhadap anaknya,Dan tetap menyukainya, sekalipun anak terlahir lumpuh.Sesudah ibu mengandung anak dalam kandungannya dan melahirkannya,Orang tua bersama-sama memelihara dan melindunginya sampai akhir hayatnya.


KEBAIKAN DARI MEMBERSIHKAN YANG KOTOR

Mula-mula ibu mempunyai wajah yang cantik dan tubuh yang indah,Semangatnya kuat dan bergelora,Alis matanya seperti daun willow hijau yang segar,Dan warna kulitnya bagaikan mawar merah jambu.Tetapi kebaikan ibu begitu mendalam sehingga dia melepaskan wajah yang cantik,Sekalipun mencuci yang kotor merusak badannya.Ibu yang baik bertindak hanya demi untuk kepentingannya putra-putrinya.Dan dengan rela menerima kecantikannya yang memudar.


KEBAIKAN DARI SELALU MEMIKIRKAN ANAK BILA DIA BERJALAN JAUH

Kematian dari orang yang dicintai sukar terlukiskan penderitaannya.Tetapi berpisah dari yang dikasihi juga sangat menyakitkan.Bila anak berjalan jauh,Ibu merasa khawatir di kampungnya,Dari pagi hingga malam, hatinya selalu bersama anaknya,Dan air mata berderai jatuh dari matanya,Seperti monyet menangis diam-diam, demikian dalam cinta seorang ibu pada anaknya.Sedikit demi sedikit hatinya hancur.


KEBAIKAN KARENA KASIH SAYANG YANG DALAM DAN PENGABDIAN

Alangkah besarnya kebaikan orang tua dan gejolak emosinya!Kebaikannya mendalam dan sukar membalasnya,Dengan rela mereka menderita untuk kepentingan anaknya.Bila anak bekerja berat, orang tua pun merasa tidak senang.Bila mereka mendengar bahwa dia berjalan jauh,Mereka khawatir bahwa pada waktu malam sang anak berbaring kedinginan.Bahkan kesakitan sebentar yang diderita putra-putra atau putri-putrinya,Akan menyebabkan orang tua lama bersusah hati.


KEBAIKAN DARI RASA WELAS ASIH YANG DALAM DAN SIMPATI

Kebaikan orang tua adalah besar dan penting.Perhatiannya yang lemah lembut tidak pernah berhenti.Dari saat mereka bangun tiap pagi, pikiran mereka adalah pada anaknya.Apakah anak-anak dekat atau jauh, orang tua selalu memikirkan mereka.Sekalipun seorang ibu hidup untuk seratus tahun.Dia akan selalu mengkhawatirkan anaknya yang berumur delapan puluh tahun.Inginkah anda mengetahui bilakah kebaikan dan cinta yang demikian itu berakhir?Ia bahkan tidak pernah berkurang hingga akhir hidupnya.


Sang Buddha berkata kepada Ananda, “Bila Aku merenung tentang makhluk-makhluk hidup, Aku melihat bahwa sekalipun mereka dilahirkan sebagai manusia, mereka adalah bodoh dan dungu dalam pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan mereka. Mereka tidak mempertimbangkan kebaikan dan kebajikan orang tua mereka. Mereka tidak menghormati dan justru melupakan kebaikan dan segala yang benar. Mereka kurang manusiawi dan kurang berbakti ataupun patuh pada orang tua.


Selama sepuluh bulan ibu mengandung anak, dia merasakan kesusahan setiap kali dia bangun, seolah-olah ia mengangkat beban yang berat. Bagai seorang cacat yang parah, dia tak mampu menelan makanan dan minuman. Bila waktu sepuluh bulan telah berlalu dan waktu melahirkan telah datang, dia menderita segala macam kesakitan dan penderitaan supaya anak dapat dilahirkan. Dia takut akan kematiannya, seperti seekor babi atau domba menunggu untuk disembelih. Kemudian darah mengalir di atas tanah. Inilah penderitaan-penderitaan yang dialaminya.
Setelah anak lahir, dia menyimpan bagian yang manis untuk anak dan menelan yang pahit bagi dirinya sendiri. Dia menggendong anak dan membersihkan kotorannya. Tiada pekerjaan atau kesukaran yang tidak bersedia ia kerjakan demi kepentingan anaknya. Dia menahan baik rasa dingin dan panas, dan tiada pernah mengeluh segala yang telah dialaminya. Dia memberikan tempat yang kering untuk anaknya dan ia sendiri tidur di tempat yang lembab, selama tiga bulan dia memberi makan anak dengan susu yang adalah darah badannya sendiri.


Orang tua terus-menerus mengajar dan membimbing anak-anaknya tentang hal yang patut dan bermoral, selama anak tumbuh menjadi dewasa. Mereka mengatur perkawinan bagi anak-anaknya dan menyediakan harta benda dan kekayaan atau mengusahakan cara-cara untuk mendapatkannya bagi anak-anak mereka. Mereka bertanggung jawab dan bersusah-susah sendiri dengan kerja dan semangat yang besar, dan tiada pernah membicarakan kasih sayang dan kebaikan mereka.


Bila putra atau putrinya sakit, orang tua khawatir dan takut sehingga mereka sendiri mungkin jatuh sakit. Mereka berada di samping anak, terus-menerus menjaganya, dan hanya bila anak sembuh orang tua menjadi gembira kembali. Dengan cara ini, mereka menjaga dan membesarkan anak-anaknya dengan harapan yang terus-menerus bahwa keturunan mereka akan segera menjadi dewasa.
Alangkah sedihnya bila acap kali anak-anaknya justru tidak berbakti, sebagai balasannya bila berbicara dengan sanak saudara yang seharusnya mereka hormati, anak-anak tidak mau menunjukkan kepatuhan mereka. Ketika mereka seharusnya bersikap hormat, mereka malah tidak mau bertingkah laku baik. Mereka mendelik kepada orang yang seharusnya mereka segani dan menghina paman-paman dan bibi-bibi mereka. Mereka memarahi saudara-saudaranya dan menghancurkan perasaan kekeluargaan yang ada di antara mereka. Anak-anak seperti itu tidak mempunyai rasa hormat atau perasaan yang patut.


Anak-anak mungkin bisa diajar dengan baik, tetapi mereka tetap tidak berbakti, mereka tidak akan memperdulikan pengajaran atau mematuhi aturan-aturan. Jarang sekali mereka menurut bimbingan orang tua mereka. Mereka menentang dan membangkang bila bergaul dengan saudara-saudara mereka. Mereka datang dan pergi dari rumah tanpa memberi tahu kepada orang tua. Kata-kata dan tindakan-tindakannya sangat sombong dan mereka bertindak tiba-tiba tanpa membicarakannya dengan yang lainnya. Anak-anak yang demikian tidak mengacuhkan teguran-teguran dan hukuman-hukuman yang dibuat oleh orang tuanya dan tidak memperdulikan peringatan-peringatan paman-paman mereka. Tetapi, mereka belum matang (dewasa) dan selalu perlu diperhatikan dan dilindungi oleh orang yang lebih tua.


Sebagaimana anak-anak demikian makin besar, mereka menjadi keras kepala dan tidak bisa diatur. Mereka sama sekali tidak berterima kasih dan betul-betul melawan. Mereka menantang dan penuh kebencian, membuang keluarga dan kawan-kawan mereka. Mereka berteman dengan orang-orang jahat dan segera meniru kebiasaan-kebiasaan jahat mereka. Mereka menganggap yang salah adalah benar.


Anak-anak yang demikian mungkin dipikat kawannya untuk meninggalkan keluarganya dan lari untuk hidup di daerah lain, dan dengan demikian tidak mengakui orang tuanya, serta meninggalkan asal tempat lahir mereka. Mereka mungkin menjadi pedagang atau pegawai negeri yang hidup dengan jemu dalam kesenangan dan kemewahan. Mereka mungkin kawin dengan tergesa-gesa dan ikatan baru ini bahkan merupakan halangan lain yang semakin menghalangi mereka kembali ke rumah untuk waktu yang lama.


Atau, ketika mencoba hidup di daerah lain, anak-anak ini tidak hati-hati dan menemui dirinya difitnah atau dituduh berbuat jahat. Mereka mungkin dipenjarakan dengan tidak adil. Atau mereka jatuh sakit dan terlibat dalam malapetaka atau kesukaran-kesukaran, terkena penderitaan kemiskinan yang hebat, kelaparan, dan kurus kering. Tetapi tak akan ada orang yang memperhatikan mereka. Karena dibenci dan tak disukai orang-orang lain, mereka akan disia-siakan di jalan. Dalam keadaan demikian, hidup mereka akan berakhir. Tak seorang pun yang bersusah payah mencoba menolong mereka. Badan mereka membengkak, membusuk, hancur dan terkena matahari, serta beterbangan dihembus angin. Tulang-tulang putih hancur sama sekali dan bertebaran. Ketika anak-anak ini mati di tempat kotor di daerah lain, mereka tidak akan pernah berkumpul kembali dengan gembira bersama sanak saudara atau keluarga. Juga mereka tidak akan pernah tahu bagaimana orang tua mereka yang makin tua menangisi dan cemas tentang mereka. Orang tua mungkin menjadi buta karena menangis atau menjadi sakit karena putus asa dalam kesedihan yang amat sangat. Terus-menerus mengingat anak-anaknya, mereka mungkin meninggal tetapi bahkan tatkala menjadi hantu sekalipun, jiwa mereka tetap mengingatnya dan tak dapat melupakannya.


Anak-anak tidak berbakti lainnya mungkin tidak ada keinginan untuk belajar, tetapi sebagai gantinya tertarik akan ajaran-ajaran aneh dan ganjil. Anak-anak demikian mungkin menjadi jahat, kasar, dan keras kepala, menyenangi perbuatan-perbuatan yang sama sekali tidak menguntungkan. Mungkin mereka terlihat dalam perkelahiran dan pencurian, membuat diri mereka bertentangan dengan aturan hidup yang ada karena minum-minum dan berjudi. Seolah-olah kejahatan mereka tidak cukup, mereka menarik saudara-saudaranya ikut berbuat jahat sehingga menambah kesedihan orang tua mereka.


Kalaupun anak-anak yang demikian itu tinggal di rumah, mereka meninggalkan rumah pagi-pagi sekali dan tidak kembali sampai jauh malam. Tidak pernah mereka menanyakan kesejahteraan orang tuanya atau memastikan apakah mereka tidak menderita panas atau dingin. Mereka tidak menanyakan kesehatan orang tua mereka di waktu pagi atau di sore hari, bahkan juga tidak pada hari pertama atau kelima belas dari penanggalan bulan (Candra Sengkala). Sebenarnya tidak pernah terpikir oleh anak-anak yang tidak berbakti ini untuk menanyakan apakah orang tua mereka dapat tidur nyenyak dan beristirahat dengan tenang. Anak-anak demikian memang sama sekali tidak memperhatikan kesehatan orang tuanya. Bila orang tua mereka menjadi tua dan rupanya makin lama makin renta dan kurus, mereka merasa dibuat malu di depan umum dan diejek serta diganggu.


Anak-anak tidak berbakti seperti itu mungkin akhirnya punya ayah seorang duda atau ibunya seorang janda. Orang tua yang sendirian itu ditinggalkan sendirian di rumah yang kosong dan merasa seperti tamu di rumahnya sendiri. Mereka mungkin tahan menghadapi dingin dan lapar, tetapi tidak ada yang memperhatikan kesusahan mereka. Mereka mungkin menangis terus-menerus dari pagi hingga malam, berkeluh kesah dan meratap. Adalah wajib bagi anak-anak menyediakan makanan dan minuman yang enak bagi orang tua mereka yang menua, tetapi anak-anak yang tidak bertanggung jawab sudah pasti melupakan kewajiban-kewajibannya. Bila mereka pernah mau mencoba menolong orang tuanya dengan berbagai cara, mereka merasa malu dan takut ditertawakan orang lain. Namun anak-anak yang demikian itu memfoya-foyakan harta dan makanan kepada anak dan istri mereka, tanpa menghiraukan kerja dan kelelahan dalam melakukannya. Anak-anak tidak berbakti lainnya mungkin diancam istrinya sedemikian rupa sehingga mereka mengikuti segala keinginan istri. Tetapi bila diminta oleh orang tuanya dan orang-orang yang lebih tua, mereka tidak memperdulikannya dan sama sekali tidak tergerak hatinya melihat keadaan mereka.


Dapat terjadi bahwa anak-anak perempuan berbakti kepada orang tuanya sebelum kawin, tetapi makin lama makin membangkang sesudah mereka kawin. Keadaan dapat menjadi begitu parah sehingga bila orang tua menunjukkan ketidaksenangan sedikit saja, anak-anak perempuan menjadi penuh kebencian dan dendam terhadap mereka. Tetapi, mereka sanggup menahan kemarahan dan pukulan-pukulan suami mereka dengan senang, sekalipun pasangan mereka adalah orang lain dengan ikatan keluarga yang lain dan nama keluarga yang lain pula. Ikatan emosional di antara pasangan-pasangan yang demikian adalah sangat erat, tetapi anak-anak perempuan yang demikian menjauhi orang tuanya. Mereka mungkin mengikuti suami, dan pindah ke daerah lain, dan meninggalkan orang tuanya sama sekali. Mereka tidak merindukan orang tuanya dan sama sekali tidak berhubungan dengan orang tuanya. Bila orang tua terus menerus tidak mendengar kabar dari anak-anak perempuannya, mereka khawatir terus-menerus. Mereka begitu dibebani oleh kesedihan seolah-olah mereka dihukum gantung dengan kepala di bawah. Setiap pemikiran mereka ialah untuk melihat anak-anaknya seperti yang haus merindukan sesuatu untuk diminum. Pemikiran mereka yang baik untuk anak-anaknya tidak pernah berhenti.


Kebajikan dari kebaikan orang tua sungguh luas dan tidak terbatas. Bila seseorang berbuat kesalahan karena tidak berbakti, alangkah sukar membayar kembali kebaikan itu!


Pada saat itu, setelah mendengar Sang Buddha berbicara tentang dalamnya kebaikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menjatuhkan diri mereka ke tanah dan mulai memukuli dada mereka dan menghempaskan diri mereka hingga semua pori-pori mereka mengeluarkan darah. Beberapa orang pingsan di atas tanah, sedangkan yang lain menghentakkan kakinya dalam kesedihan. Lama baru mereka dapat mengatasi diri mereka. Dengan suara keras mereka meratap, “Alangkah menderitanya! Alangkah sakitnya! Alangkah sakitnya! Kami semua bersalah. Kami adalah penjahat yang tidak pernah sadar, seperti mereka yang berjalan di malam yang gelap. Kami sekarang baru menyadari kesalahan-kesalahan kami dan hati kami tercabik-cabik. Kami hanya berharap bahwa Sang Bhagava mengasihi dan menyelamatkan kami. Mohon ajarilah kami bagaimana mengembalikan kebaikan yang mendalam dari orang tua kami!”


Pada waktu itu Tathagata memakai delapan macam suara yang sangat dalam dan bersih, seraya berkata kepada kumpulan besar itu, “Anda semua harus mengetahui ini, sekarang akan Aku jelaskan beberapa segi dari hal ini.”


“Bila ada seseorang yang mengangkat ayahnya dengan bahu kirinya dan ibunya dengan bahu kanannya dan oleh karena beratnya menembus tulang sumsumnya sehingga tulang-tulangnya hancur menjadi debu, dan orang-orang tersebut mengelilingi Puncak Sumeru seratus ribu kalpa lamanya sehingga darah yang keluar dari kakinya membasahi pergelangan kakinya, orang tersebut belum cukup membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya.”


“Bila ada seseorang yang selama waktu satu kalpa yang penuh dengan kesukaran dan kelaparan, memotong sebagian dari daging badannya sendiri untuk memberi makan orang tuanya dan ini diperbuatnya sebanyak debu yang ia lalui dalam perjalanan seratus ribu kalpa, orang itu pun belum membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya.”


“Bila ada satu orang yang demi orang tuanya, mengambil sebuah pisau yang tajam dan mencukil kedua belah matanya dan mempersembahkannya kepada Tathagata, dan terus melakukannya hingga beratus-ratus ribu kalpa, orang tersebut masih tetap belum membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya.”


“Bila ada orang yang demi ayah dan ibunya, mengambil sebuah pisau tajam dan mengeluarkan jantung dan hatinya sehingga darah mengucur dan menutupi tanah dan dia melakukan ini dalam beratus ribu kalpa, tiada sekalipun mengeluh tentang kesakitannya, orang tersebut tetap belum dapat membalas kebaikan yang besar dari orang tuanya.”
“Bila ada orang yang demi orang tuanya, menghancurkan tulang-tulangnya sendiri sampai ke sumsum dan melakukan ini hingga beratus ribu kalpa, orang itu tetap belum membalas kebaikan yang besar dari orang tuanya.”


“Bila ada orang yang demi orang tuanya menelan butiran-butiran besi yang mencair dan berbuat demikian hingga beratus ribu kalpa, orang itu tetap belum dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya.”


Pada waktu itu, ketika mendengar Buddha membicarakan kebaikan dan kebajikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menangis diam-diam dan merasakan kepedihan dalam hatinya. Mereka merenungkannya dan segera merasa malu dan berkata kepada Sang Bhagava, “Oh, Sang Bhagava, bagaimana kami dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tua kami?”


Sang Buddha menjawab, “Wahai siswa-siswa Buddha, bila engkau ingin membalas kebaikan orang tuamu, tulislah sutra ini untuk mereka. Kumandangkanlah sutra ini untuk mereka. Bertobatlah atas pelanggaran-pelanggaran dan kesalahan-kesalahan demi mereka. Untuk kepentingan orang tua berikanlah persembahan kepada Sang Triratna. Demi orang tua, patuhlah kepada perintah untuk hanya memakan makanan suci dan bersih. Demi orang tua biasakanlah berdana dan mencari keberkahan. Bila engkau dapat melakukan ini, engkau adalah anak yang berbakti. Bila engkau tidak melakukannya, engkau adalah orang yang akan menuju pada alam sengsara.”


Sang Buddha mengatakan kepada Ananda, “Bila seseorang tidak berbakti, ketika hidupnya berakhir dan badannya membusuk, dia akan jatuh ke dalam Neraka Avici yang tidak terbatas. Neraka yang besar ini kelilingnya 80.000 yojana, dan dikelilingi dinding besi pada keempat sisinya. Diatasnya ditutup oleh jaring-jaring, dan lantainya juga dibuat dari besi. Api akan membakar dengan berkobar-kobar, sementara itu petir bergemuruh dan sambaran kilat yang berapi-api akan membakar. Perunggu yang cair dan cairan besi akan disiramkan ke atas badan orang-orang yang bersalah. Anjing-anjing perunggu dan ular-ular besi terus-menerus memuntahkan api dan asap yang membakar orang-orang bersalah dan memanggang badan dan lemaknya hingga menjadi bubur.


“Oh, penderitaan yang hebat! Sukar menahannya, sukar menanggungkannya! Ada galah, pengait, lembing-lembing, tombak-tombak, besi dan rantai-rantai besi, pemukul-pemukul dari besi, dan jarum-jarum besi. Roda-roda dari pisau besi turun bagai hujan dari udara. Orang yang bersalah itu dicincang, dipotong, atau ditikam dan mengalami hukuman-hukuman yang mengerikan ini selama berkalpa-kalpa tidak henti-hentinya. Kemudian mereka memasuki neraka-neraka berikutnya, di mana kepala mereka akan ditutupi dengan mangkok-mangkok yang panas sekali, sedangkan roda-roda besi akan menggilas badan mereka secara mendatar dan tegak lurus sehingga perut mereka pecah dan daging serta tulang-tulangnya menjadi lebur. Dalam satu hari mereka akan mengalami beribu-ribu kelahiran dan kematian. Penderitaan-penderitaan yang demikian adalah akibat melakukan kelima perbuatan jahat yang berat dan karena tidak berbakti selama seseorang masih hidup.”


Pada waktu itu setelah mendengar Sang Buddha membicarakan sutra tentang kebajikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menangis dengan sedihnya dan berkata kepada Tathagata, “Pada hari ini, bagaimana kami dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tua kami?”


Sang Buddha berkata, “Wahai siswa-siswa Buddha, bila engkau ingin membalas kebaikan-kebaikan mereka, maka demi mereka salinlah sutra-sutra ini. Ini sesungguhnya membalas kebaikan mereka. Bila seseorang dapat menyalin satu saja maka ia akan melihat satu Buddha. Bila seseorang dapat menyalin sepuluh buah, maka dia akan melihat sepuluh Buddha. Bila seseorang dapat menyalin 100, maka ia akan bertemu 100 Buddha. Bila seseorang menyalin 1000, maka ia akan melihat 1000 Buddha. Bila seseorang dapat menyalin 10.000, maka ia akan melihat 10.000 Buddha. Inilah kekuatan yang diperoleh bila orang-orang saleh menyalin sutra. Semua Buddha akan senantiasa melindungi orang yang demikian itu dan dapat dengan segera menyebabkan orang-orang tua mereka lahir kembali di surga, untuk menikmati segala kebahagiaan dan meninggalkan penderitaan-penderitaan mereka.


Pada waktu itu, Ananda dan lain-lainnya dalam kumpulan besar itu –asura, garuda, kinnara, mahoraga, manusia, bukan manusia, dan lain-lainnya— demikian juga dewa-dewa, naga, yaksha, gandarwa, raja-raja bijaksana yang memutar roda, dan semua raja-raja yang lebih kecil, merasakan semua bulu pada badan mereka berdiri setelah mendengar segala yang dikatakan Sang Buddha. Mereka menangis dengan sedihnya dan tak sanggup menghentikannya. Masing-masing bertekad dan berkata, “Kami semua mulai sekarang sampai perwujudan akhir dari masa mendatang, akan lebih suka badan kami dilumatkan menjadi abu untuk beratus ribu kalpa daripada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata. Kami lebih suka lidah kami dicabut, sehingga akan memanjang sepanjang satu yojana penuh, dan untuk selama seratus ribu kalpa sebuah luku besi ditarik di atasnya, daripada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata. Kami lebih suka roda dengan seratus ribu pisau menggelinding bebas di atas badan kami, daripada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata. Kami lebih suka badan kami diikat dengan jaring besi selama seratus ribu kalpa, daripada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata. Kami lebih suka badan kami dicincang, dipotong, dirusak, dan dipahat menjadi sepuluh juta potong sehingga kulit, daging, persendian, dan tulang-tulang kami betul-betul hancur, daripada melanggar ajaran-ajaran bijaksana dari Tathagata.”


Pada ketika itu, Ananda, dengan agung dan perasaan damai, bangkit dari tempat duduknya dan bertanya kepada Sang Buddha, “Sang Bhagava, apakah nama sutra ini bila kami mengikutinya dan menjaganya?”


Sang Buddha berkata kepada Ananda, “Sutra ini disebut SUTRA KASIH YANG MENDALAM DARI ORANG TUA DAN KESULITAN MEMBALASNYA. Pakailah nama ini bila engkau mengikutinya dan menjaganya.”


Pada ketika itu, kumpulan besar itu, dewa-dewa, manusia-manusia, asura, dan lain-lainnya, mendengar segala yang telah dikatakan oleh Sang Buddha, betul-betul merasa gembira. Mereka meyakininya, menerimanya, dan menyesuaikannya dengan tingkah laku mereka dan kemudian menunduk hormat dan berlalu.


Ada dua Buddha di setiap keluarga.Tetapi sungguh sayang, tidak banyak yang mengerti hal ini.Mereka tidak perlu dipuja dengan emas dan sebagainya, atau diukir dengan cendana.Perhatikanlah ayah dan ibu, mereka adalah Sakyamuni dan Maitreya.Jika sanggup memberikan persembahan kepada mereka,Kebajikan yang lain tidaklah berarti.


SYAIR PERSEMBAHAN JASA Semoga jasa dan kebajikan yang diperoleh dari perbuatan iniAkan memperindah Tanah Suci para Buddha,Membalas empat budi besar,Dan menolong mereka di Tiga Alam sengsara.Semoga mereka yang mendengarkan Dharma iniSemua bertekad menmbangkitkan BodhicittaSampai di akhir penghidupan ini,Bersama-sama lahir di Alam Bahagia.

Amitabha Sutra


Amitabha Buddha SutraDemikianlah telah kudengar :

Pada suatu saat Hyang Buddha berdiam di Sravasti pertapaan Jeta Taman Anthapindika bersama serombongan Bhiksu yang berjumlah seribu dua ratus lima puluh yang semuanya Arahat yang di kenal oleh semua orang seperti Sesepuh Sariputra : Mahamaudgalyayana, Mahakasyapa, Mahakatyayana, Mahakausthila, Revata, Suddhipanthaka, Nanda, Ananda, Rahula, Gavampati, Pindolabharadvaja, Kalodayin, Mahakaphina, Vakkula, Aniruddha, dan beserta Siswa-siswa terkemuka lainnya ; dan para Bodhisattva Mahasattva, Manjusri Pangeran Dharma, Ajita Bodhisattva, Gandhastin Bodhisattva, Nityodyukta Bodhisattva, dengan para Bodhisattva Mahasattva lainnya ; dan dengan Sakra, Indra atau Raja para dewata yang tak terhingga jumlahnya. Pada saat itu Hyang Buddha bersabda kepada sesepuh Sariputra :
Sebelah Barat dari sini melewati ratusan ribu Koti negeri Buddha, terdapat sebuah alam yang bernama Sukhavati. Ada seseorang Tathagata yang bernama Amitabha.
Kini beliau tengah mengajarkan Dharma. Sariputra, apakah sebabnya alam itu disebut Sukhavati ? Karena di alam Sukhavati tiada lagi penderitaan bagi makhluk-makhluk yang hidup di sana ! Sumber kebahagiaan tak terhingga banyaknya, oleh sebab itu disebut Sorga Sukhavati. Dan lagi, oh, Sariputra ! Di Sorga Sukhavati terdapat tujuh tingkat Veranda dengan tujuh tirai rajutan, tujuh baris jajaran pohon, semua terbentuk dari empat macam mustika.
Karenanya negeri itu disebut kebahagiaan sempurna. Lagi pula Sariputra, di alam Sukhavati terdapat tujuh kolam permata berisi air yang memiliki delapan sifat kebaikan. Dasar kolam penuh dengan hamparan pasir emas, keempat sisinya terdapat tangga yang terbuat dari : emas, perak, batu lazuardi dan batu kristal, di atas terdapat pagoda-pagoda yang terhias emas, perak, beryl, kristal, Musaragarbha batu-batu akik, indung mutiara.
Di kolam-kolam terdapat bunga teratai sebesar roda pedati, berwarna hijau dengan kemilau hijaunya, berwarna kuning dengan kemilau kuningnya, berwarna merah dengan kemilau merahnya dan berwarna putih dengan kemilau putihnya, lembut, menakjubkan, indah dan murni. O Sariputra, demikianlah negeri Buddha itu dihiasi dengan pahala dan kebajikan yang indah, megah dan agung, lagipula Sariputra, di negeri Buddha ini senantiasa terdengar musik surgawi dan tanahnya kuning emas.
Dalam enam periode sehari semalam, turun hujan bunga-bunga Mandrawa. Tiap makhluk di negeri ini, sepanjang pagi yang cerah dengan jubahnya mengumpulkan bunga dan mempersembahkannya kepada beratus ribu koti Buddha dari penjuru lain.
Pada waktu makan mereka kembali ke negeri mereka masing-masing, dan usai makan mereka istirahat. O Sariputra, di negeri kebahagiaan sempurna. Dengan pahala dan kebajikan terhias indah, megah dan agung. Lagipula Sariputra, di negeri ini selalu ada burung-burung beraneka warna nan indah dan langka, burung seriap putih, merak, kakaktua, bangau putih kecil, kalavinka dan burung berkepala dua.
Kumpulan burung ini bernyanyi dalam enam periode sehari semalam dengan suara merdu dan harmonis. Suara mereka yang jernih dan riang membabarkan lima akar kebajikan. , tujuh bagian bodhi, delapan jalan suci dan Dharma-dharma lain. Bila makhluk di negeri itu, mendengar suara-suara ini mereka bersama-sama ingat akan Buddha, ingat akan Dharma dan ingat akan Sangha.
O, Sariputra , janganlah mengira bahwa burung-burung ini lahir akibar pelanggaran karma mereka karena alasan apakah?
Di negeri ini tidak ada tiga jenis kelahiran sesat.
O, Sariputra di negeri Buddha ini bahkan nama-nama tiga jenis kelahiran sesat tidak ada. Bagaimana sebenarnya ?
Kumpulan burung ini semuanya diciptakan melalui penjelmaan oleh Amitabha Buddha agar suara Dharma tersiar luas. O, Sariputra , di negeri Buddha itu, ketika semilir angin berhembus, barisan pohon-pohon permata dan tirai-tirai permata menimbulkan suara-suara lembut dan indah. Laksana seratus ribu jenis musik dialunkan pada saat yang sama. Mereka yang mendengar suara ini dengan sendirinya ingat akan Buddha, ingat akan Dharma, ingat akan Sangha.
O, Sariputra, negeri Buddha itu dihiasi dengan pahala dan kebajikan terhias indah, megah dan agung. O, Sariputra apa yang kau pikirkan? Mengapa Buddha ini disebut Amitabha? O Sariputra, kemilau cahaya Buddha ini tak terhingga menerangi sepuluh penjuru dunia tanpa halangan.
Oleh karenanya disebut Amitabha lagipula O Sariputra, kehidupan Buddha ini dan rakyatnya mencapai kalpa Asankhyeya, tiada terbatas tiada terhingga. Oleh karenanya disebut Amitabha. O Sariputra sejak Amitabha mencapai tingkat kebuddhaan sepuluh kalpa telah berlalu. Lagipula Sariputra, Buddha ini mempunyai siswa-siswa pendengar suara tak terhingga, tak terbatas. Semua arahat, jumlah mereka tak dapat dihitung demikian pula kumpulan Bodhisattva.
O Sariputra, demikinlah adanya negeri kebahagiaan sempurna dengan pahala dan kebajikan terhias, megah dan agung. Lagipula Sariputra, di negeri kebahagiaan sempurna makhluk hidup yang lahir semuanya Avaivartika. Di antara mereka banyak yang dalam kehidupan ini mencapai tingkat kebuddhaan, jumlah mereka sangatlah banyak tidak dapat dihitung dan hanya dapat disebut Kalpa Asankhyeya. Yang tiada terbatas, tiada terhingga.
O, Sariputra mahluk hidup yang mendengar ini seyogyanya berikrar agar dilahirkan dinegeri itu, mengapa demikian ?
Agar mereka yang berhasil adalah orang yang suci dan saleh semua berkumpul bersama-sama di satu tempat.
O, Sariputra seorang tidak boleh kurang dalam perbuatan-perbuatan baik, berkah, kebajikan dan hubungan penyebab untuk mencapai kelahiran dinegeri itu.
Sariputra, kalau ada seorang lelaki berbudi dan wanita berbudi, mendengar nama Amita Buddha danmemanjatkan nama itu baik selama satu hari, dua hari, tiga hari, empat hari, lima hari, enam hari, tujuh hari, dengan sepenuh hati dan tanpa gangguan, bila orang itu mendekati akhir hayatnya, Amita Buddha berserta para orang suci akan muncul dihadapannya. Ketika akhir hayatnya tiba hatinya tidak goyah, ia akan terlahir di negeri kebahagiaan sempurna Amitabha Buddha Sariputra, karena aku melihat manfaatnya maka ku-ucapkan kata-kata itu.
Jika mahluk hidup mendengar ucapan ini, mereka seharusnya berikrar untuk lahir di negeri itu. O Sariputra, sebagaimana aku sekarang memuji manfaat yang tak terkira dari jasa dan kebajikan Amitabha Buddha, demikian juga ditimur ada Aksobhya Buddha, Merudhvaja Buddha, Mahameru Buddha, Meruprabhasa Buddha, Sughosa Buddha dan Buddha-Buddha lainnya yang tak terhingga seperti butiran pasir di sungai Gangga. Di negerinya masing-masing mengemukakan penampilan lidah maha luas dan panjang menutupi Trisuhhasra Mahasahasra loka datu dengan kata-kata tulus dan nyata.
Semua mahluk hidup patut percaya, memuji dan mengingat dengan teguh akan jasa dan kebajikan yang tak terkira dari sutra yang dikaruniai dan dilindungi oleh semua Buddha ini. O Sariputra, di dunia sebelah selatan ada Chandrasuryapradipa Buddha, Yasahprabha Buddha, Maharciskamdha Buddha, Merupradipa Buddha, Arantavirya Buddha dan Buddha-Buddha lainnya yang tak terhingga seperti butiran pasir di sungai Gangga di negeri-Nya masing-masing mengemukakan penampilan lidah maha luas dan panjang menutupi trisuhasra mahasahasra loka datu dengan kata tulus dan nyata semua mahluk hidup, patut percaya, memuji dan mengingat dengan teguh khidmat akan jasa kebajikan yang tak terkira dari sutra yang dikaruniai dan dilindungi oleh semua Buddha ini.
O Sariputra di dunia sebelah Barat, ada Amitayus Buddha, Amitaskhamdha Buddha, Amitadhavaja Buddha, Mahaprabha Buddha, Maharasmiprabha Buddha, Maharatnaketu Buddha, Suddharasmi Buddha dan Buddha-Buddha lainnya, yang tak terhingga seperti pasir-pasir di sungai Gangga dinegerinya masing-masing, mengemukakan penampilan lidah maha luas dan panjang.
Menutupi trisuhasra mahasahasra loka datu, dengan kata tulus dan nyata semua makhluk hidup patut percaya memuji dan mengingat dengan teguh, khidmat akan jasa kebajikan tak terkirakan dari sutra yang dikaruniai dan dilindungi oleh semua Buddha ini.
O Sariputra didunia sebelah utara ada Maharciskamdha Buddha, Dumdubhisvaranirghosa Buddha, Duspradharsa Buddha, Adityasambhava Buddha, Jalemiprabha Buddha dan Buddha-Buddha lainnya yang tidak terhingga seperti butiran pasir di sungai Gangga di negerinya masing-masing mengemukakan penampilan lidah maha luas dan panjang menutupi Trisuhasra mahasahasra loka datu dengan kata-kata tulus dan nyata.
Semua mahluk hidup patut percaya memuji dan mengingat dengan teguh akan jasa kebajikan tak terkira dari sutra yang dikaruniai dan dilindungi oleh semua Buddha ini, Sariputra di dunia sebelah bawah (nadir ) ada Simha Buddha, Yasas Buddha , Yasahprabha Buddha, Dharma Nuddha , Dharmadhvaja Buddha, Dharmadhara Buddha dan Buddha-Buddha liannya yang tidak terhingga seperti butiran pasir di sungai Gangga di negerinya masing-masing mengemukakan penampilan lidah yang maha luas dan panjang menutupi trisuhasra mahasahasra loka datu dengan kata kata tulus dan nyata semua makhluk hidup patut percaya memuji dan mengingat dengan teguh, akan jasa kebajikan tak terkirakan dari sutra yang di karuniai dan dilindungi oleh semua Buddha ini di dunia sebelah atas (zenit) ada Brahmaghosa Buddha, Naksatraraja Buddha, Gamdhottama Buddha, Gamdhaprabhasa Buddha, Maharciskamdha Buddha, Ratnakusumasampuspitagatra Buddha, Sa lendraraja Buddha, Ratnotpalasri Buddha, Sarvarthadarsa Buddha, Sumerukalpa Buddha dan Buddha-Buddha lainnya yang tak terbilang seperti butiran pasir.
Di sungai Gangga, di negerinya masing-masing mengemukakan penampilan lidah maha luas dan panjang menutupi trisuhasra Mahasahasra loka datu.
Dengan kata-kata tulus dan nyata, semua makhluk hidup patut percaya, memuji dan mengingat dengan teguh akan jasa kebaikan tak terkirakan dari sutra yang dikaruniai dan dilindungi oleh semua Buddha ini. O Sariputra, Apa yang kau pikirkan ? Mengapa sutra ini disebut sutra yang dikaruniai dan dilindungi semua Buddha ?
O Sariputra, kalau seorang lelaki berbudi atau wanita berbudi mendengar sutra ini dan mengucapkannya serta mendengar nama-nama semua Buddha ini. Lelaki berbudi atau wanita berbudi ini akan menjadi orang yang ingat akan Buddha dan dilindungi oleh semua Buddha dan tidak akan gagal mencapai Annuttara Samyak Sambodhi.
Sebab itu Sariputra, kalian semua patut percaya dan menerima kata-kataku dan ucapan semua Buddha. Sariputra, kalau ada orang yang telah berikrar yang sedang berikrar atau yang akan berikrar: "Aku berhasrat lahir si negeri Amitabha".
Orang-orang ini semua tidak akan gagalmencapai Annutara Samyak Sambodhi. Apakah dia lahir pada masa lampau, sekarang atau pada masa yang akan datang. Sebab itu Sariputra semua laki-laki berbudi dan wanita berbudi. Jika mereka orang-orang yang memilik keyakinan, seyogyanya berikrar untuk lahir di negeri ini.
O Sariputra sebagaimana Aku memuji jasa dan kebaikan semua Buddha, semua Buddha juga memuji jasa dan kebajikanKu yang tak terkirakan, dengan mengucapkan kata-kata : "Sakyamuni Buddha dapat melasanakan secara luar biasa perbuatan-perbuatan sulit di dunia saha, dikurun kejahatan dari lima kekeruhan diantara kekeruhan kalpa, kekeruhan pandangan, kekeruhan penderitaan, kekeruhan makhluk hidup dan kekeruhan kehidupan.
Ia dapat mencapai Annuttara Samyak Sambodhi. Demi makhluk hidup, membabarkan Dharma. Ini yang diseluruh dunia sulit dipercaya, Sariputra. Kamu seharusnya mengerti bahwa Aku, dikurun kejahatan dari lima kekeruhan mempraktekkan perbuatan yang sulit ini, mencapai Annuttara Samyak Sambodhi. Demi semua dunia kuucapkan Dharma yang sulit dipercaya ini, benar-benar sulit untuk dipercaya.
" Setelah Hyang Buddha mengucapkan sutra ini, Sariputra dan semua Bhiksu, semua dewa manusia dan para Asura dan yang lain-lain dari dunia, mendengar apa yang telah Hyang Buddha sabdakan menyambut dengan sukacita, menyembah dengan sujud dan mohon diri.

Prajna Paramita Hrdaya Sutra


PRAJNA PARAMITA HRDAYA SUTRA

Prajna Paramita Hrdaya Sutra merupakan salah satu Sutra yang sangat terkenal dalam agama Buddha aliran Mahayana. Sutra ini bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dikenal dengan Sutra Hati atau Sin Cing dalam bahasa Mandarin. Untuk mengetahui isi dari pada Sutra ini, silakan baca dengan teliti agar dapat di mengerti bait demi bait dari Sutra ini.

"Yang Maha Suci Sang Avalokitasvara sedang melaksanakan Samadhi kebijaksanaan Sempurna untuk mencapai pantai sana (nirvana). Dalam pengamatan bathin dalam samadhinya,Beliatu telah menyaksikan dengan jelas sekali,bahwa lima kelompok kegemaran (Panca Skhanda) itu sebenarnnya kosong/tanpa inti. Dengan menyadari hal itu, maka
Sang Avalokitesvara telah dapat terbebas dari sengsara dan derita.

" O, Sariputra, wujud (rupa) tiada bedanya dengan kosong (sunya). Dan kosong (Sunya) juga tiada bedannya dengan wujud (rupa), jadi wujud pada hakekatnya sama dengan kosong dan kosong sama dengan wujud.
Demikianlah pula halnya dengan perasaan, pikiran, tindak kemauan, dan kesadaran itu. Sariputra, kekosongan dari semua bendainitidak dilahirkan,tidak termusnakan, tidak kotor, tidak bersih, tidak bertambah pun tidak berkurang. Oleh karenanya,dengan kekosongan itu tiada berwujud,tiada perasaan, pikiran,tindak kemauan, dan kesadaran; tiada mata, telinga, hidup, lidah,tubuh dan akal; tiada wujud, suara, bau rasa, sentuhan dan ide gagasan ; tiada alam penglihatan sampailah tiada alam kemampuan pikiran dan kesadaran (delapan belas alam pengenal) Tiada ada kebodohan (avijja) pun tiada ada akhir kebodohan, sampai pun usia dan kematian, juga tiada ada akhir usia tua dan kematian. Tiada ada derita (Dukkha), timbunan derita (samudaya), penghapusan derita(Nirodha) dan jalan kebenaran (Marga) ; tiada ada kebijaksanaan pun tiada ada yang diperoleh.
Karena tiadayang diperoleh, maka Bodhisattva mengandalkan kebijaksanaan sempurna untuk mencapai pantai sana; oleh karena itu sanubarinya terbebaskan dari segala kemelekatan dan rintangan. Karena tiada kemelekatan dan rintangan, maka tiada takut dan khwatir, dan mereka dapat bebas dari lamuna dan ketidaklaziman, dengan begitu mencapa Parinirvana. Para Buddha dari jaman dahulu, sekarang dan yang akan datang mengandalkan pada kebijaksanaan sempurna memperoleh kesadaran tertinggi.
Maka kita tahu bahwa Maha Prajna Paramita adalah Mantra suci yang Agung, Mantra yang terunggul dan Mantra yang tiada taranya; yang benar dan pasti dapa menghapuskan semua derita.
Karena beliau mengucapkan Mantra Prajna Paramita yang berbunyi : GATE GATE PARAGATE PARASAMGATE, BODHISVAHA ! Prajna Paramita Hrdaya Sutra."

Ketakutan Yang Menyelamatkan
Abin Nagasena

SMS Pembaca:Semenjak mengenal ajaran karma, saya sering merasa takut akan akibat setelah melakukan sesuatu. Bagaimana mengatasinya?

Tidak di langit, di tengah lautan, di celah-celah gunung atau di manapun juga dapat ditemukan suatu tempat bagi seseorang untuk dapat menyembunyikan diri dari akibat perbuatan jahatnya.
Melakukan perbuatan adalah sesuatu yang tidak terelakkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Sedang perbuatan itu sendiri umumnya berawal dari pikiran, karena itu alangkah bijaksananya bila kita berpikir dengan seksama sebelum melakukan setiap perbuatan. Namun, walaupun telah melalui proses pemikiran, bagaimana kita tahu perbuatan yang dilakukan itu adalah perbuatan yang baik atau tidak baik?Bilamana suatu perbuatan setelah selesai dilakukan membuat seseorang menyesal, maka perbuatan itu tidak baik. Orang itu akan menerima akibat perbuatannya dengan ratap tangis dan wajah yang berlinang air mata.

Dhammapada 67
Bila suatu perbuatan setelah selesai dilakukan tidak membuat seseorang menyesal, maka perbuatan itu adalah baik. Orang itu akan menerima buah perbuatannya dengan hati gembira dan puas.


Dhammapada 68
Dua ayat Dhammapada tersebut di atas telah jelas menyuratkan markah dan akibat dari perbuatan baik maupun perbuatan tidak baik. Karena itu Buddha, Guru para dewa dan manusia, mengingatkan kita untuk menghindarkan diri dari perbuatan jahat dan menganjurkan kita untuk selalu tekun dalam perbuatan baik.Sebaiknya seseorang tidak melakukan perbuatan jahat, karena di kemudian hari perbuatan itu akan menyiksa dirinya sendiri. Lebih baik seseorang melakukan perbuatan baik, karena setelah melakukannya ia tidak akan menyesal.

Dhammapada 314
Walau selalu datang terlambat, namun penyesalan merupakan faktor penting yang dominan dalam perbaikan diri manusia. Menyesal berarti pernah melakukan perbuatan tidak baik dan kini menyadari kesalahan itu. Dengan demikian, sebuah penyesalan selain memiliki sisi buruk yakni telah melakukan perbuatan tidak baik, juga memiliki sisi baik yakni pengalaman dan pengetahuan akan kesalahannya.Pepatah mengatakan bahwa “experience is the best teacher” sedangkan “knowledge is nobility“. Pengalaman adalah guru yang terbaik, sedangkan pengetahuan adalah kemuliaan.

Dengan kata lain, perbuatan yang telah dilakukan adalah pengalaman, sedangkan penyesalan yang dialami merupakan pengetahuan. Pengalaman melakukan sesuatu yang tidak baik menghasilkan pengetahuan bahwa perbuatan tidak baik akan membawa penyesalan dan akibat buruk.Selain menjadikan pengalaman dan penyesalan sebagai guru yang baik agar tidak tersandung ulang pada batu yang sama, kita juga perlu melakukan pencegahan dengan jalan mengkondisikan diri sendiri agar tidak mudah terseret dalam perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Mengkondisikan diri berarti menempatkan diri dalam lingkungan atau kelompok manusia bijaksana yang mendukung pengembangan dan pembinaan diri, serta menjauhkan diri dari kelompok manusia yang dapat mempengaruhi kita melakukan perbuatan jahat. Demikianlah yang tercantum dalam

Dhammapada tersebut di bawah ini.Biarlah ia memberi nasehat, petunjuk dan melarang apa yang tidak baik, orang bijaksana akan dicintai oleh orang yang baik dan dijauhi oleh orang yang jahat.

Dhammapada 77
Selain itu, dalam bagian pertama dari Mangala Sutta, Buddha mengajarkan untuk tidak bergaul dengan orang sesat (bala asevana), yang disusul dengan anjuran untuk bergaul dengan orang bijak (pandita sevana) pada bagian kedua. Tentu bukan tanpa alasan bila Buddha menempatkan kedua Berkah Utama ini di bagian paling atas.Ajaran Buddha ini juga seharusnya merupakan anjuran bagi kita untuk berusaha menjadi orang atau kelompok bijaksana yang membantu orang lain mengkondisikan diri agar selalu melakukan perbuatan baik. Tapi, bagaimana cara kita untuk mengenali, bahkan memotivasi diri, agar menjadi orang bijaksana?

Sungguh luar biasa, Buddha ternyata telah menguraikannya bagi kita semua dalam Dhammapada 231, 232, 233.Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan jasmani, hendaklah ia selalu mengendalikan jasmaninya. Setelah menghentikan perbuatan-perbuatan jahat melalui jasmani, hendaklah ia giat melakukan perbuatan-perbuatan baik melalui jasmani.

Dhammapada 231
Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan ucapan, hendaklah ia mengendalikan ucapannya. Setelah menghentikan perbuatan-perbuatan jahat melalui ucapan, hendaklah ia giat melakukan perbuatan-perbuatan baik melalui ucapan.
Dhammapada 232
Hendaklah orang selalu menjaga rangsangan pikiran, hendaklah ia mengendalikan pikirannya. Setelah menghentikan perbuatan-perbuatan jahat melalui pikiran, hendaklah ia giat melakukan perbuatan-perbuatan baik melalui pikiran.

Dhammapada 233
Para bijaksana terkendali perbuatan, ucapan dan pikirannya. Sesungguhnya mereka itu benar-benar telah dapat menguasai diri.

Dhammapada 234
Dalam Majjhima Nikaya dijelaskan pula tiga ciri orang bijak secara lebih terperinci, yakni; lazim berpikir dalam hal-hal yang baik/bajik (succintitacinti), lazim berucap dalam hal-hal yang baik/bajik (subhasitabhasi), lazim bertindak dalam hal-hal yang baik/bajik (sukatakammakari).

Di samping itu dijelaskan secara terperinci sifat, markah, tanda dan sikap orang bijak sebagai berikut.Orang bijak memiliki sifat-sifat:

1. Alobhajhhasaya, yakni kecenderungan tidak serakah, dalam wujud kepuasan sehingga tidak berhasrat mendapatkan atau memiliki sesuatu melebihi batas kewajaran.
2. Adosajjhasaya, yakni kecenderungan tidak membenci, dalam wujud cinta kasih yang bebas dari rasa gusar, marah, apalagi dendam.

3. Amohajjhasaya, kecenderungan tidak dungu, dalam wujud kearifan yang bebas dari ketidaktahuan dan pandangan sesat sehingga mampu membedakan yang benar dan yang palsu, yang bajik dan yang jahat.

Orang bijak memiliki markah-markah;
1. Musavada Veramani, berpantang dari pendustaan (termasuk penipuan, pembohongan, pengelabuhan, pembualan, pemutarbalikan fakta, kemunafikan, pelanggaran janji dan lain-lain).

2. Pisunavaca Veramani, berpantang dari penghasutan dengan maksud menyulut perpecahan, permusuhan, pertikaian dan lain-lain).

3. Pharusavaca Veramani, berpantang dari pembicaraan kasar (umpatan, makian, celaan, bentakan, dan lain-lain)

4. Samphappalapa Veramani, berpantang dari obrolan kosong yang tak berguna, tak beralasan dan tanpa bukti.Orang bijak memiliki tanda-tanda;

1. Panatipata Veramani, berpantang dari pembunuhan makhluk hidup (termasuk pembantaian, penyiksaan, penganiayaan dan lain-lain)

.2. Adinnadana Veramani, berpantang dari pencurian (termasuk perampokan, penjambretan, penggarongan, korupsi, penyuapan, penadahan, pemerasan dan lain-lain).

3. Kamesumicchacara, berpantang dari perzinahan, pencabulan, pelecehan, serta segala penyimpangan tata susila yang bersumber pada pengumbaran nafsu birahi.

Hiri dan OttapaSelain perlu adanya penyesalan, cara efektif untuk mencegah kita melakukan perbuatan jahat adalah dengan menerapkan Hiri dan Ottapa dalam kehidupan sehari-hari kita. Hiri adalah rasa malu berbuat jahat, sedangkan Ottapa adalah rasa takut akan buah akibat dari perbuatan jahat.

Orang yang telah melakukan kejahatan akan diliputi oleh rasa takut akan akibat dari perbuatan jahatnya itu. Rasa takut sesungguhnya adalah bagian dari pengalaman dan pengetahuan akan konsekuensi (akibat) dari perbuatan jahat. Karena telah pernah mengalami atau mengetahui bahwa sesuatu perbuatan jahat akan membawa akibat yang buruk, maka muncul rasa takut bahwa perbuatannya juga akan membawa akibat buruk.Walau demikian, rasa takut akan akibat perbuatan jahat bukanlah sesuatu yang negatif. Yang negatif adalah perbuatan jahat dan akibat-akibat yang akan mengikutinya, sekali-kali bukan rasa takut tersebut. Justru rasa takut akan akibat perbuatan jahat dapat menjadi perisai diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan jahat. Ketika seseorang sudah memiliki rasa takut akan akibat perbuatan jahat, ia akan berpikir berulang kali sebelum melakukan kejahatan. Pun ketika seseorang memiliki rasa malu melakukan kejahatan, ia akan segera mengendalikan diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan jahat tersebut.Sebaliknya, jika kita sudah tidak memiliki rasa malu berbuat jahat dan tidak memiliki rasa takut akan buah akibat dari perbuatan jahat, maka kita punya masalah besar!Selangkah lebih maju, seperti yang telah diteladankan oleh para Bodhisattva Agung, seharusnya kita tidak perlu takut akan akibat perbuatan jahat kita, melainkan lebih takutlah untuk tidak melakukan perbuatan jahat. Dengan tidak melakukan SEBAB dari mana pula datangnya AKIBAT?

Jangan lari dari diri sendiri


oleh: YM Bhikkhu Sri Paññavaro Mahathera

Lebih dari 2530 tahun yang lalu, kurang lebih 600 tahun sebelum Masehi, ketika banyak negara di dunia ini belum beradab, saat teknologi sama sekali belum maju seperti sekarang;
Petapa Gautama dengan kekuatan sendiri, mancari, berjuang, mempertaruhkan hidupnya, hingga tercapai Penerangan Sempurna. Perjuangan itu semata-mata didorong keagungan rasa kemanusiaan Beliau. Persoalan-persoalan penderitaan, kesengsaraan, kegagalan, menggerakkan nurani Beliau, untuk meninggalkan kedudukan sebagai putera mahkota, memilih menjadi Pengabdi Agung bagi dunia ini hingga hari ini.

Meskipun lebih dari 2500 tahun yang lalu, suara Manusia Luar Biasa, Sang Buddha Gautama itu masih terdengar, semakin terdengar, dan lebih jelas didengar. Mengapa demikian? Suara Beliau mungkin kurang menarik. Kurang menarik bagi sementara orang, karena Sang Buddha Gautama hadir di tengah-tengah kita dengan pertama sekali meminta kita untuk: Jangan mengingkari diri sendiri!Salah satu kesulitan terbesar manusia adalah melihat kekurangan dan kesulitan dirinya sendiri. Berat, pahit, untuk melihat kekurangan diri sendiri. Kita ingin berpaling cepat, lari, dari segala macam kesulitan dan kegagalan. Dengan berbagai harapan berusaha menutupi segala macam persoalan-persoalan kehidupan ini.

Dan memang, harapan adalah paling menyenangkan untuk menyembunyikan penderitaan.Cukup berat ajakan Sang Buddha, tetapi ajakan Beliau yang berat itu adalah benar. Lihatlah kehidupan ini dengan wajar. Apa adanya.

Lihatlah dengan segala kekurangan, dan penderitaannya. Dengan berpandangan demikian, kita tiak melihat kehidupan ini sebagai emas dan juga tidak hanya sebagai kotoran. Sulit melihat kenyataan, lebih-lebih kenyataan diri sendiri. Tetapi dengan mau melihat kenyataan akan membuat kita berpikir dewasa.Berani melihat kenyataan dengan wajar, mengetahui sebab penderitaan, mengatasi sebab itu, untuk: Mewujudkan hidup harmoni dan bahagia; inilah pandangan Sang Buddha Gautama tentang kehidupan.

Tanpa pandangan yang benar tentang kehidupan ini, manusia sering melarikan diri dari kenyataan. Menutupi persoalan dengan mencari kenikmatan. Menghindari kesukaran dengan mengejar kesenangan. Ini bukan menyelesaikan persoalan, tetapi bahkan membuat penderitaan baru.Saya ingin mengajak saudara, terutama kepada segenap umat Buddha, menjelang tibanya saat-saat Trisuci Waisak 2532 ini, untuk: Jangan lari dari diri sendiri!

Kembalilah kepada diri sendiri seutuhnya. Dengan kembali kepada diri sendiri, akan melihat diri sendiri. Dengan melihat diri sendiri, maka akan menyadari kekurangan dirinya. Menyadari kekurangan dirinya membangkitkan semangat untuk membangun mencapai kehidupan sejahtera.

Dan Sang Buddha Gautama menunjukkan dengan jelas ke arah mana kita harus bangkit membangun kehidupan ini, menuju kedamaian dan kebahagiaan yang utuh.Sejak tercapainya Penerangan Sempurna pada purnama di bulan Waisak, Sang Buddha Gautama melihat hakikat Tuhan.

Selama manusia tidak melihat hakikat Tuhan, tidak mungkin manusia bebas dari persoalan penderitaan.Tuhan itulah Esa, Tidak Dilahirkan, Tidak tercipta, Tidak Menjelma, dan Mutlak. Hakikat tertinggi dari segala sesuatu. Tuhan adalah Asankhata Dhamma, bukan dukkha, bukan penderitaan, bukan kesengsaraan, bukan kelahiran kembali, bukan dewa, bukan semesta alam ini.Karena tidak menyadari hakikat Tuhan, tidak melihat hakikat itu, manusia lahir kembali berulang-ulang. Berulang-ulang dalam penderitaan. Sehingga setiap mereka mengatasi persoalan-persoalan hidup tidak membawanya menuju Tuhan, tetapi malah menambah penderitaan dan persoalan-persoalan baru.Tuhan adalah hakikat tertinggi, Tuhan adalah tujuan tertinggi. Dan, keyakinan ini adalah keyakinan yang harus hidup dalam sanubari setiap umat Buddha. Bukan keyakinan mati.Keyakinan yang hidup adalah keyakinan yang membuat kita berani menghadapi kenyataan kehidupan ini. Keyakinan yang hidup membawa manusia tidak lari mengingkari dirinya sendiri. Keyakinan demikian membangkitkan semangat mengatasi kesulitan, menyelesaikan persoalan, menghancurkan penderitaan, memutuskan kelahiran penderitaan, memutuskan kelahiran kembali, dengan cara yang benar, dengan Jalan Dhamma; untuk: Mencapai kebahagiaan utuh.

Tanpa keyakinan yang hidup kita akan semakin jauh dari Jalan Dhamma. Saya ingin memberikan contoh-contoh bila seseorang menghadapi persoalan tidak dengan Jalan Dhamma.

Misalnya: Anak nakal, dimaki-maki di depan umum; atau, anak nakal kemudian digebuki. Istri nakal langsung diceraikan. Suami khilaf langsung ditinggalkan.

Karyawan salah, langsung dipecat, dan sebagainya, dan sebagainya. Cara-cara ini adalah bukan cara Dhamma. Mereka tidak berpijak di Jalan Dhamma. Menyelesaikan persoalan tidak dengan cara Dhamma, bukan menyelesaikan —tetapi sekali lagi —malah menambah kesulitan.Jalan Dhamma menghendaki melihat setiap persoalan dan peristiwa dari berbagai faktor. Jalan Dhamma menghendaki mawas diri, mengendalikan diri, kasih dan pengabdian. Jalan Dhamma menghendaki kesungguhan, kejujuran, kesabaran, dan rela berkorban demi kesejahteraan bersama.Jalan Dhamma telah ditunjukkan Sang Buddha Gautama. Jalan Buddha Gautama sendiri. Dengan mengikuti Jalan Dhamma seolah-olah kita bertemu dengan Sang Buddha meskipun Beliau telah mangkat lebih 25 abad yang lampau.

Pada saat-saat terakhir menjelang mangkat, Beliau berpesan, bahwa Dhamma dan Vinaya yang telah Beliau tunjukkan itulah pengganti Beliau setelah Beliau tiada lagi. Mereka yang melihat Dhamma akan melihat Sang Buddha.Jalan Dhamma masih utuh.

Sang Buddha masih berada di tengah-tengah kita. Seorang Manusia Luar Biasa yang telah berjuang dan mengabdi dengan sempurna. Ajaran Beliau, Jalan Dhamma yang logika, yang menghargai semua kehidupan, kehidupan terkecil sekalipun; yang membimbing kita berpikir dewasa, bertanggung jawab atas kehidupan ini; yang mengajak kita untuk membuka diri melihat hidup dengan wajar; merupakan perwujudan kasih sayang dan kebijaksanaan agung Sang Buddha Gautama demi kebahagiaan dunia ini.
Dalam sebuah syair bahasa Pali disebutkan:"Mahâkaruniko nâtho,sukhâya sabbâ paninamPuretvâ pârami sabbâ,patto sambodhi muttamam""Beliau —Sang Buddha —yang penuh kasih sayang,demi kebahagiaan semua makhluk,Telah berjuang menyempurnakan kebajikan,hingga tercapai penerangan Sempurna
"KEYAKINAN YANG HIDUP MEMBAWA KITA TIDAK LARIMENGINGKARI DIRI SENDIRI

Sabtu, 10 Mei 2008


Banyak orang dalam hidup ini ingin sekali mengetahui rahasia yang bisa membuat orang menjadi sukses, entah itu sukses didalam keuangan, sukses dalam hubungan, sukses dalam physical health, sukses dalam karir. Tapi bahkan mereka tidak tahu harus bertanya kepada siapa, belajar kepada siapa.
Dan akhirnya mereka hanya menghidupi kehidupan yang biasa-biasa saja karena tidak mengetahui rahasia dari orang-orang sukses tersebut.Sebenarnya Rahasia alam yang terbesar ini timbul dari pemahaman. Semua di dunia ini adalah bentuk lain dari energy, dan energy berpindah dari bentuk satu ke bentuk lainnya. Pikiran adalah sebuah bentuk energy juga, yang akan berubah menjadi apapun yang kita inginkan. Jadi inti dari semua rahasia tersebut adalah pikiran kita.Seperti ditemukan batu yang berukir batu emerald 3000SM seperti diatas begitu juga dibawah, seperti diluar begitu juga didalam. Bahkan dalam kitab agama Buddha pun tertulis “jadi apapun kita sekarang adalah hasil dari pikiran kita

Rahasia dari rahasia dari segala pencapaian didalam dunia ini adalah awalnya dari pikiran, pikiran kita sungguh sangat begitu dahsyatnya. Tapi hati-hati pikiran ini juga bisa sebagai pedang bermata dua, karena saat Anda memikirkan pikiran yang negative, maka Anda juga sedang menarik hal negative tersebut kedalam kehidupan Anda.Kita tidak hanya menjadi apa yang kita pikirkan, tapi kita juga meraih apapun yang kita inginkan. Tapi hal ini harus dilakukan secara dominan, dan tidak bisa sembarangan. Begitu banyak orang yang sudah mengetahui rahasia ini, tapi hanya sedikit dari mereka yang bisa mencapai apa yang mereka inginkan dengan menggunakan rahasia ini.
Kunci dari rahasia ini adalah Anda selain memiliki pengetahuan akan Rahasia ini, Anda juga harus ada yang memberitahukan bagaimana caranya menggunakan rahasia ini dengan tepat, dan orang tersebut haruslah orang yang tepat dan sudah pernah melakukan rahasia ini, karena kunci dari semua kesuksesan adalah belajar dari orang yang terbaik / sudah berhasil

Nasib / Takdir penjelasan dan 10 cara merubahnya


NASIB/TAKDIR...pengertian & 10 cara merubah nasib/takdir menjadi lebih baik KESIMPULAN TENTANG “NASIB/TAKDIR”/KARMA menurut paham Buddhisme :

1. Segala sesuatu di dunia tidaklah kekal, selalu berubah
2. Perjalanan hidup seseorang juga dapat berubah
3. Perubahan perjalanan hidup ditentukan oleh perbuatannya sendiri
4.Ada, paling sedikit, sepuluh perbuatan yang dapat mengubah kehidupan


Agama Buddha memang melihat kehidupan ini tidaklah kekal, selalu berubah. Dengan demikian, memang benar bahwa nasib seseorang pun dapat berubah. Nasib sesungguhnya adalah merupakan kumpulan buah perbuatan baik maupun buruk yang telah pernah dilakukan seseorang. Salah satu sabda Sang Buddha yang sangat terkenal tentang ini adalah: "Sesuai dengan benih yang ditabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebajikan dan pembuat kejahatan akan menerima kejahatan pula.
Tertaburlah olehmu biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan memetik buah-buah dari padanya" (Samyutta Nikaya I, 227). Jelas sudah sekarang bahwa suka dan duka adalah buah perbuatan sendiri. Dengan demikian, nasib pasti dapat diperbaiki dengan melakukan suatu tindakan tertentu. Agar lebih jelas memahami Ajaran Sang Buddha yang dapat dipergunakan untuk mengubah nasib maka disusunlah makalah ini. Namun, agar terhindar dari kerancuan pengertian istilah 'nasib' yang telah berkembang di tengah masyarakat bahwa nasib tidak dapat diubah maka dalam makalah ini digunakan istilah yang lebih sesuai yaitu Kamma (Pali) atau Karma (Sanskerta).
Istilah 'kamma' memang telah dipergunakan oleh Sang Buddha sendiri. Dalam pembahasan makalah akan digunakan istilah yang cukup memasyarakat yaitu 'karma'.Memperhatikan perumpamaan yang diberikan Sang Buddha tentang Hukum Karma, dapatlah dimengerti bahwa Hukum Karma sebenarnya adalah Hukum Sebab dan Akibat. Apabila ada sebab maka timbul pula akibat; apabila hilang penyebabnya maka hilang pula akibat. Hukum Sebab dan Akibat ini adalah merupakan hakekat kehidupan. Oleh karena itu, ada beberapa kondisi alam yang juga dipengaruhi oleh Hukum Sebab dan Akibat. Kondisi ini diuraikan dalam Abhidhamma Vatara 54 sebagai HUKUM ALAM (Pancaniyama Dhamma) yaitu:
1. Bija Niyama: Hukum mengenai biji - bijian
2. Utu Niyama : Hukum yang berkenaan dengan temperatur
3. Kamma Niyama: Hukum Perbuatan
4. Citta Niyama: Hukum akibat dari kemampuan pikiran
5. Dhamma Niyama: Adanya gravitasiHukum Karma (Kamma Niyama) ternyata adalah salah satu dari Hukum Sebab dan Akibat. Sesuaidengan prinsip dasar Hukum Sebab dan Akibat berarti setiap suka dan duka yang dialami pasti adasebabnya. Apabila dapat mengatasi penyebabnya maka akibatnya pun dapat diubah. Jadi, kebahagiaan dapat dimunculkan dan penderitaan dapat dihindari asalkan mengetahui penyebab kebahagiaan dan penderitaan. Untuk dapat menumbuhkan kebahagiaan dan menghindari penderitaan, cara kerja karma harus diketahui terlebih dahulu.

Pada kitab Visuddhimagga 601, cara kerja karma dibagi menjadi:

1. Karma yang menyebabkan kelahiran
Pada saat kelahiran, seseorang tidak dapat menentukan sendiri agar dapat lahir dengan bentuk tubuhtertentu, jenis kelamin tertentu dan sebagainya. Apa yang didapat pada saat kelahiran adalah mutlak buah karma yang telah pernah diperbuat dalam kehidupan sebelumnya. Lahir sebagai lelaki atau wanita, lahir sempurna atau cacad adalah hasil kerja karma yang melahirkan berdasarkan timbunan karma baik maupun buruk yang dimilikinya.
2. Karma yang mendukung buah karma yang tengah dialami .
Kerja karma jenis kedua ini adalah memberikan tambahan atas karma yang muncul pada saatkelahiran. Apabila seorang anak lahir dengan lebih banyak memiliki karma baik sehingga ia mempunyai bentuk tubuh indah, sehat, ganteng / cantik dan sempurna maka karma yang mendukung memberikan nilai tambah lagi yaitu misalnya ia lahir dalam keluarga kaya raya, keturunan yang terhormat dan seterusnya. Sebaliknya, anak yang lahir dengan timbunan karma buruk yang cukup banyak sehingga ia memiliki tubuh cacad, wajah buruk maka akan ditambah pula dengan kelahirannya di keluarga pra sejahtera, kondisi keluarga yang amburadul.Inti kerja karma ini adalah jika seseorang lahir bahagia maka akan ditambah kebahagiaannya; bila saat lahir sudah menderita maka ditambah pula penderitaannya.

3. Karma yang mengurangi buah karma yang sedang dialami
Kehidupan bahagia dan tambah bahagia serta mereka yang menderita semakin menderita ternyatamasih dapat diperbaiki. Kebahagiaan dapat ditingkatkan dan penderitaan dapat dikurangi. Inilah yang menjadi tugas karma jenis ini. Namun, tugas tersebut harus dilaksanakan sendiri. Artinya, mereka yang ingin tambah bahagia dan menghindari penderitaan harus mampu melakukan perbuatan baik. Ada banyak perbuatan baik yang dapat dilaksanakan. Dalam bagian lain makalah ini nanti akan dibahas satu demi satu.

Pengertian tentang cara kerja karma jenis inilah yang akan dapat memberikan makna dalam kehidupan. Orang akan terdorong untuk melakukan kebajikan karena menyadari bahwa buah kebahagiaan akan dialami sendiri. Sebaliknya bila ia mengalami kesulitan, ia tidak akan putus asa karena sadar bahwa ia sendirilah yang dapat mengubah tangis menjadi tawa. Dari sinilah semangat hidup dapat dibangkitkan.Dari sini pula dibangkitkan kelebihan manusia sebagai penentu suka duka hidupnya sendiri. Tidak akan ada kekecewaan di kala menderita; tiada kesombongan di kala suka karena orang telah menyadari bahwa segala suka dan duka yang dialami adalah hasil perbuatannya sendiri.

4. Karma yang memotong karma yang menyebabkan kelahiran
Perubahan yang sangat drastis akibat perbuatan sendiri dapat menimbulkan jalan hidup yangbertentangan dengan karma yang dialami sewaktu dilahirkan. Seseorang yang sempurna tubuhnya dan lahir dari keluarga bangsawan namun ia suka mabuk-mabukan akan dapat mengakibatkan dia menderita selamanya, misalnya apabila ia mengalami kecelakaan lalu lintas yang berakibat cacad seumur hidup.Dengan demikian,, hilang kesempurnaan tubuhnya dan tidak ada lagi arti keturunan bangsawan yangdimilikinya. Sebaliknya orang yang buruk wajahnya dan lahir di keluarga miskin, namun ia rajin dan penuh kejujuran maka ia dapat memperoleh kepercayaan dari atasannya untuk jabatan penting tertentu dalam suatu perusahaan, misalnya. Jabatan penting yang dipercayakan kepadanya akan dapat memperbaiki kondisi ekonominya yang semula sulit. Jabatan itu juga menyebabkan ia menjadi orang terhormat yang bertolak belakang dengan keadaan yang dialaminya sewaktu ia dilahirkan.
Dengan mengerti cara kerja karma di atas, maka segala perbuatan baik dan buruk yang kita lakukanadalah termasuk dalam jenis karma kelompok ketiga: Karma yang mengurangi buah karma yang sedang dialami. Apabila banyak perbuatan baik yang kita lakukan, maka kebahagiaan dapat terus ditingkatkan dan penderitaan dapat dikurangi. Sedangkan perbuatan jahat harus dihindari karena akan dapat menurunkan kebahagiaan dan meningkatkan penderitaan yang tengah dialami.

Inilah kunci penting perubahan karma.Dalam Dighanikaya Atthakatha III, 999 terdapat sepuluh jalan berbuat kebaikan (DasaPuññakiriyavatthu) yaitu:

1. Dãnamaya: memberikan dana / kerelaan
2. Sîlamaya: menjaga sila (kemoralan)
3. Bhãvanãmaya: mengembangkan batin
4. Apacãyanamaya : bersikap rendah hati dan menghormati mereka yang lebih tua
5. Veyyãvaccamaya: membantu dan bersemangat dalam melakukan hal yang patut
6. Patidãnamaya: melimpahkan jasa baik kita
7. Pattãnumodãnamaya: menerima dan bergembira atas perbuatan baik orang lain
8.Dhammasavanamaya:mendengarkanDhamma
9. Dhammadesanãmaya: memberikan kotbah Dhamma
10. Ditthujukakamma: membenarkan pengertian salah


Penjelasan mendetail 10 cara merubah nasib anda :

1. Dãnamaya:
memberikan dana / kerelaanDana atau kerelaan dalam Agama Buddha adalah menjadi dasar segala perbuatan baik. Tidak akan ada perbuatan baik yang dilakukan seseorang apabila ia tidak memiliki kerelaan. Dana yang dimaksudkan di sini tidaklah selalu hanya berhubungan dengan uang ataupun materi saja. Dana yang dibicarakan adalah dana yang bersifat materi dan juga dana yang tidak bersifat materi. Dana yang bersifat materi lebih biasa di dengar, sedangkan salah satu contoh dana yang bersifat bukan materi adalah kesediaan seseorang memberi maaf kepada orang yang bersalah. Pada tingkat awal, orang memang dianjurkan berdana dalam bentuk materi, misalnya uang, pakaian, makanan maupun kebutuhan yang lain. Sesungguhnya makna dana ini adalah menumbuhkan kebiasaan berpikir untuk membahagiakan mahluk lain.

Bahkan, semua mahluk. Ia akan membahagiakan mereka dengan segala macam cara. Menumbuhkembangkan pikiran yang penuh cinta kasih. Dalam Jataka 37 disebutkan bahwa apabila seseorang memiliki pikiran penuh cinta kasih maka ia akan merasa welas asih kepada semua mahluk di dunia. Semua mahluk yang ada di atas, di bawah dan di sekelilingnya, tak terbatas di manapun juga. Apabila sikap ini sudah dapat terbentuk dengan kemampuan materi, maka dapat dilanjutkan dengan memberikan hal-hal yang bukan materi. Mau mendengarkan kesulitan orang lain adalah juga termasuk berdana yang bukan materi.

2. Sîlamaya: menjaga sila (kemoralan)
Pelaksanaan kemoralan ditujukan agar seseorang selain mampu berbuat baik, ia hendaknya juga mampu mengendalikan dirinya, mengendalikan tingkah lakunya. Dalam pelaksanaan sila, sebagai permulaan, seseorang dapat melatih lima sila atau disebut juga sebagai Pancasila Buddhis dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Lima latihan kemoralan itu adalah latihan untuk tidak membunuh dan menganiaya mahluk hidup, tidak mencuri, tidak melanggar kesusilaan, tidak berbohong dan tidak mabuk-mabukan (Anguttara Nikaya III, 203). Tujuan dari pelaksanaan sila ini agar si pelaku tidak memiliki kesalahan yang dapat merugikan diri sendiri maupun fihak lain. Dengan pelaksanaan sila, selain si pelaku dapat diterima sebagai anggota masyarakat yang baik, ia pun juga termasuk melakukan karma baik.

Dalam Theragatha 608 disebutkan bahwa di sini, di dunia ini, seseorang haruslah melatih dengan cermat untuk menyempurnakan kemoralan, karena kemoralan apabila dikembangkan dengan baik akan menghantarkan semua keberhasilan ke dalam genggaman. Selanjutnya, apabila pelaksanaan latihan lima sila ini ingin ditingkatkan, maka seseorang dapat melatih delapan sila sehari dalam seminggu. Lebih meningkat lagi adalah dengan melaksanakan sepuluh sila yaitu dengan menjadi samanera sementara ataupun tetap. Paling banyak latihan sila adalah dengan melakukan bhikkhu sila yaitu melatih 227 peraturan kebhikkhuan.

3. Bhãvanãmaya:
mengembangkan batinBerdana dan melaksanakan kemoralan adalah latihan pembentukan kebiasaan yang masih berkaitandengan unsur fisik seseorang. Kedua latihan ini sudah cukup baik, namun masih harus ditingkatkan.Apabila seseorang hanya melatih diri sampai pada unsur fisik saja, maka ia akan menjadi orang yangmunafik, pandai berpura-pura; baik kelakuan tetapi jahat pikirannya. Ia hendaknya juga melatih pikirannya dengan meditasi. Meditasi sebaiknya dilatih setiap hari, pagi dan sore hari paling sedikit 15 menit atau 30 menit setiap latihan. Melalui meditasi orang dibiasakan berpikir yang baik, berkonsentrasi pada segala hal yang sedang dipikirkan, dikerjakan dan diucapkan. Tujuan utama meditasi adalah membentuk kebiasaan berpikir, hidup adalah saat ini. Pikiran seseorang sering melayang ke masa lampau ataupun yang akan datang, akibatnya timbullah perasaan suka dan duka. Suka adalah sebagai akibat tercapainya keinginan di masa lampau atau karena membayangkan kebahagiaan yang akan diperoleh di masa depan. Sebaliknya duka adalah karena keinginan di masa lampau tidak tercapai atau ketakutan membayangan masa yang akan datang. Padahal, keduanya adalah tipuan pikiran belaka. Di masa lampau seseorang pernah hidup tetapi ia sudah tidak hidup di masa itu lagi. Sedangkan masa depan, ia akan hidup tetapi belum tentu hidup. Hidup adalah saat ini. Ketakutan maupun kebahagiaan semu justru akan menyianyiakan kenyataan bahwa saat inilah seseorang sedang hidup!

4. Apacãyanamaya :
bersikap rendah hati dan menghormati mereka yang lebih tuaRendah hati adalah salah satu bentuk latihan mengurangi keakuan. Keakuan menjadikan seseorang merasa sebagai tokoh utama dalam hidup ini. Tanpa dirinya seakan dunia tidak akan berputar lagi. Padahal menurut Buddha Dhamma kehidupan ini sesungguhnya dicengkeram oleh Hukum Sebab dan Akibat. Artinya, seseorang mampu mencapai kondisi seperti saat ini pasti ada sebabnya. Dan dari salah satu penyebab tersebut, pasti juga akan melibatkan fihak lain. Seseorang tidak akan pernah mampu untuk hidup sendirian dalam dunia. Ia pasti membutuhkan fihak lain untuk saling membantu. Oleh karena itu, apabila telah disadari bahwa orang tidak dapat hidup sendirian, maka orang akan mampu mengurangi rasa keakuan, mengikis kesombongan. Orang akan dapat hidup hormat menghormati. Orang akan menghormati mereka yang atut memperoleh penghormatan. Orangtua misalnya, adalah orang yang menyebabkan seseorang ada di dunia ini. Mereka pula yang membesarkan dan mendidik anak-anaknya.Oleh karena itu, sudah selayaknya mereka memperoleh penghormatan. Demikian pula dengan kakak yang mungkin juga telah ikut berperan dalam menjaga dan menghindarkan seseorang dari bahaya.

Para guru juga memiliki jasa dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya. Serta masih sangat banyak fihak lain lagi yang amat berjasa dan berpengaruh dalam kehidupan seseorang. Penghormatan selain sebagai sarana mengurangi keakuan, juga untuk membiasakan seseorang agar dapat mengenal budi baik orang lain. Dalam Anguttara Nikaya I, 87 dinyatakan bahwa terdapat dua tanda yang dimiliki oleh orang yang sulit dijumpai di dunia ini. Kedua tanda itu adalah, pertama, orang tersebut memiliki kemampuan dan kemauan untuk memberikan pertolongan kepada fihak lain, tanpa mengharapkan imbalan apapun juga. Kedua, orang tersebut memiliki kesadaran atas kebaikan yang telah pernah diterimanya dan berusaha untuk berbuat baik kepada fihak tersebut dengan lebih besar daripada kebaikan yang pernah diterimanya. Sesungguhnya, adalah satu perbuatan baik yang dapat cepat mengubah karma seseorang apabila ia dapat mengingat jasa kebaikan orang lain, memberikan penghormatan yang selayaknya serta membalas kebaikan mereka.

5. Veyyãvaccamaya:
membantu dan bersemangat dalam melakukan hal yang patutPerbuatan baik tidak berarti hanya berusaha menghindari kejahatan dengan melatih kemoralan. Menghindari melakukan kejahatan adalah salah satu bentuk perbuatan baik yang dikategorikan kebaikan pasif. Sebutan ini diberikan karena sifat perbuatan baik tersebut dilakukan dengan usaha menahan diri untuk tidak mengerjakan sesuatu (kejahatan).

Selain itu, ada pula perbuatan baik secara aktif. Maksud perbuatan baik jenis ini adalah seseorang didorong secara aktif dan terus menerus untuk melakukan kebajikan sesuai dengan tuntunan Ajaran Sang Buddha. Banyak disebutkan dalam Dhamma tentang anjuran melakukan kebajikan. Anjuran untuk menolong mahluk lain, berdana, mengembangkan kejujuran serta masih banyak lagi bentuk perbuatan baik lainnya. Selain melakukan sendiri, seseorang hendaknya juga mau menganjurkan orang lain melakukan kebajikan yang sama dengan yang telah dilakukannya sendiri. Perbuatan ini dapat digolongkan sebagai berdana Dhamma. Bukankah dalam Dhammapada XXIV,21 disebutkan bahwa pemberian Dhamma dapat mengalahkan segenap pemberian lainnya

6. Patidãnamaya: melimpahkan jasa baik kita
Walaupun dalam Hukum Sebab dan Akibat disebutkan bahwa si pelaku akan memperoleh buah perbuatannya sendiri, perbuatan baik ternyata dapat dilimpahkan jasanya. Proses ini digambarkan dengan seorang anak yang menuntut ilmu di kota lain memberitakan kabar kelulusannya kepada orangtuanya di kota kelahirannya. Mendengar kabar gembira ini, ayah dan ibunya tentunya akan merasakan kebahagiaan.
Padahal apabila direnungkan, si anak yang lulus tetapi mengapa orangtuanya juga merasakan kebahagiaan? Inilah yang disebut muditã citta atau ikut bergembira atas kebahagiaan yang dirasakan oleh orang lain (Vibhangga 272 & 642). Muditã citta adalah termasuk melakukan salah satu karma baik lewat pikiran.
Oleh karena itu, kondisi sedemikian inilah yang dimunculkan oleh seorang umat Buddha apabila melimpahkan jasa kebaikan yang dilakukannya kepada sanak keluarganya yang sudah meninggal. Sanak keluarga yang meninggal adalah seperti orangtua yang tinggal di luar kota (pada perumpamaan di atas), mereka akan ikut berbahagia atas kebajikan yang dilimpahkan kepadanya. Kebahagiaan ini berarti penimbunan karma baik lewat pikiran.

Apabila pelimpahan jasa ini sering dilakukan, berarti makin banyak memberi kesempatan para leluhur menanam kebajikan. Akibatnya, apabila karma baik yang ditimbunnya sudah cukup, meninggallah mereka dari alamnya dan terlahir di alam yang lebih baik.Dengan demikian, pelimpahan jasa ini akan banyak memberikan manfaat. Pertama, manfaat didapat oleh si pelaku kebajikan sendiri. Kedua, para leluhur pun ikut menikmati kebajikannya sehingga memberikan kondisi terlahir di alam yang lebih baik.
Ketiga, si pelaku dapat mengurangi keakuan, sebab semua kebajikan yang dilakukan diatasnamakan para leluhur.

Keempat, obyek perbuatan baik yang menerima kebajikan juga akan memperoleh kebahagiaan. Minimal empat manfaat itulah yang dapat dirasakan dalam proses pelimpahan jasa. Oleh karena itu, dengan seringnya melakukan pelimpahan jasa akan mengkondisikan penanaman karma baik yang cukup banyak pula untuk semua fihak.

7. Pattãnumodãnamaya:
menerima dan bergembira atas perbuatan baik orang lainRasa berbahagia atas kebahagiaan yang didapatkan fihak lain, muditã citta, bukan hanya diperlukan untuk para leluhur yang sudah meninggal saja. Sikap pikiran yang baik ini hendaknya juga dimiliki oleh orang yang masih hidup. Hal ini karena sikap pikir ini jelas-jelas merupakan karma baik. Kebanyakan, orang merasa iri hati dengan kebahagiaan orang lain ataupun tidak senang apabila orang lain mempunyai kesempatan berbuat baik.

Perasaan ini muncul karena sebagai orang yang belum mencapai kesucian, seseorang masih diliputi oleh ketamakan, kebencian dan kegelapan batin. Oleh karena itu, agar memperoleh ketenangan hidup dan sekaligus untuk menambah perbuatan baik, perasaan iri ini harus dikendalikan bahkan kalau dapat dimusnahkan. Cara memusnahkannya adalah dengan menyadari bahwa segala suka dan duka yang dialami seseorang adalah buah dari perbuatannya sendiri. Kesempatan berbuat baik dan kebahagiaan yang dialami seseorang adalah karena buah karma baiknya sendiri. Apabila seseorang sering menambah kebajikan, tentu saja kesempatan berbahagia semakin besar diperolehnya. Sebaliknya, penderitaan yang dialami seseorang juga akibat buah karma buruknya. Dengan demikian, seseorang hendaknya menghindari melakukan perbuatan yang tidak benar agar terhindar dari penderitaan.Dengan pengertian akan Hukum Sebab dan Akibat ini maka akan musnahlah iri hati dengan kebahagiaan orang lain; serta merasa sombong ketika melihat penderitaan orang lain.

8. Dhammasavanamaya:
mendengarkan DhammaSebagai seorang umat Buddha, seseorang wajib datang ke vihara mengikuti puja bhakti. Hal ini perluditegaskan di sini karena banyak manfaat yang diperoleh dari mengikuti puja bhakti. Pertama, sewaktu membaca ulang kotbah-kotbah Sang Buddha (Paritta) seseorang harus mempergunakan konsentrasi pikirannya. Dengan konsentrasi, maka ia akan terbebas dari pikiran yang buruk. Selama membaca Paritta pikirannya dapat diarahkan menuju ke kebaikan. Kedua, jika di kemudian hari seseorang dapat mengerti makna Paritta yang dibacanya, ia akan memperoleh pedoman hidup yang tiada taranya. Pedoman yang sederhana, mudah dilaksanakan dan membimbing orang untuk lebih percaya diri.

Ketiga, di vihara seseorang diberi kesempatan untuk melatih meditasi yang merupakan salah satu sarana mengendalikan pikiran. Dengan pikiran terkendali, niatan melakukan perbuatan jahat dapat dikikis sedangkan niat berbuat baik dapat dipupuk. Keempat, di vihara seseorang memiliki kesempatan mendengarkan Ajaran Sang Buddha. Seperti yang telah diketahui bahwa Dhamma yang telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Buddha adalah merupakan bekal penting dalam kehidupan.

Inti sari Ajaran Sang Buddha adalah menumbuhkan sikap yang benar dalam menghadapi perubahan dalam hidup. Sebab orang sering kecewa dengan kenyataan hidup. Segala sesuatu yang diinginkannya tidak tercapai, sebaliknya hal yang diperoleh justru bukan yang diinginkannya. Mendengarkan Dhamma adalah ibarat memberikan tenaga tambahan pada batin seseorang yang mungkin lelah dalam menghadapi kenyataan hidup. Mendengarkan Dhamma menjadi penting karena banyak manfaat yang diperoleh. Kitab Anguttara Nikaya III, 248 disebutkanbeberapa manfaat mendengarkan Dhamma, yaitu:

1. Memperoleh pengertian yang belum pernah didengar sebelumnya
2. Memperjelas hal yang telah pernah didengar sebelumnya
3. Menghilangkan keraguan tentang hal yang telah pernah didengar
4. Memberikan pengertian yang benar
5. Menimbulkan pikiran yang jernih, terang dan bahagiaMengingat cukup banyak manfaat datang ke vihara mengikuti puja bhakti, maka jelas sudah tidak akan ada lagi keraguan untuk melaksanakannya. Bukankah setiap orang ingin meningkatkan kualitashidupnya?

Bukankah orang ingin hidup lebih berbahagia daripada yang tengah dirasakan saat ini? Sering pergi ke vihara adalah merupakan salah satu cara mencapainya. Ikut puja bhakti dan mendengarkan Dhamma adalah cara efektif dan efisien untuk menambah kebajikan dan meningkatkan kualitas diri.

9. Dhammadesanãmaya:
memberikan kotbah DhammaAjaran Sang Buddha yang telah pernah di dapat baik dari vihara maupun dari sumber-sumber lainnyahendaknya dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan Dhamma ini jauh lebih penting daripada hanya sekedar menghafalkannya.

Dengan mencoba menjalankan Ajaran Sang Buddha, seseorang akan dapat merasakan manfaat langsung. Merasakan manfaat Dhamma secara nyata ini hendaknya menjadi semangat untuk menceritakan dan mendorong orang lain agar melaksanakan Dhamma dengan baik pula. Dalam pengertian Buddhis, seseorang dihargai bukan karena banyaknya Dhamma yang dipelajari dan dimengerti tetapi adalah dari seberapa banyak Dhamma yang telah dilaksanakan dalam hidupnya.

Dhammapada VIII, 3 menyebutkan bahwa daripada seribu bait syair yang tidak bermanfaat, adalah lebih baik satu kata Dhamma yang dapat memberikan kedamaian kepada pendengarnya. Jelaslah disini bahwa kualitas lebih diutamakan daripada kuantitas. Oleh karena itu, bersedia menceritakan secara sederhana pengalaman sendiri setelah melaksanakan Dhamma akan mendorong orang lain mengikutinya. Menjadikan orang lain memiliki kesempatan mendapatkan pengalaman yang serupa, kebahagiaan.
Keberhasilan menganjurkan orang melaksanakan Dhamma adalah merupakan Dhamma dana yang diakui akan memberikan buah terbesar melampaui segala bentuk pemberian lainnya.

Banyak cara digunakan untuk membagikan pengalaman melaksanakan Dhamma. Cerita bebas atau 'ngobrol' Dhamma, ceramah resmi maupun hanya berupa 'kesaksian' Dhamma dalam forum terbatas, cetak buku Dhamma, membiayai anak asuh ke sekolah Buddhis dsb. Adalah beberapa contoh cara memberikan Dhamma kepada orang-orang di lingkungan sendiri.

10. Ditthujukakamma:
membenarkan pengertian salahPerbuatan baik yang kesepuluh ini adalah kelanjutan dari uraian yang kesembilan di atas. Seseorang pada saat akan membagikan pengalaman Dhamma, hendaknya memiliki tujuan. Salah satu tujuan pokok adalah untuk memberikan pengertian yang benar akan hakekat kehidupan. Cukup banyak pengertian yang tidak tepat yang beredar dalam masyarakat. Misalnya, tentang pengertian nasib yang tidak dapat diubah sama sekali atau cara mengubah nasib yang kurang sesuai.

Akan menjadi tugas bersama para umat Buddha untuk memberikan pengertian benar dengan berlandaskan cinta kasih. Kasihanilah mereka yang masih belum mengerti. Janganlah mereka dimusuhi. Berilah kesempatan kepada mereka untuk meningkatkan kualitas dirinya. Dengan memiliki pola pikir demikian akan membangkitkan semangat para umat Buddha membagikan Dhamma secara bijaksana dan penuh cinta kasih serta kesabaran.

Tindakan ini jelas-jelas akan menjadikan peningkatan karma baik kedua belah fihak secara maksimal. Pada akhirnya, mereka yang memupuk karma baik yang terbanyaklah yang akan segera mendapatkan kebahagiaan.